Senin, 24 Maret 2025
JAKARTA | Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) merupakan dokumen penting yang sering menjadi syarat dalam berbagai keperluan, mulai dari melamar pekerjaan, mendaftar pendidikan, hingga pencalonan pejabat publik. Namun, masih banyak masyarakat yang belum memahami prosedur dan persyaratan dalam pengurusannya.
Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., seorang praktisi hukum sekaligus akademisi asal Nusa Penida, Klungkung, Bali, memberikan pandangan hukum mengenai peran vital SKCK dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai Managing Partner di Gusti Dalem Pering Law Firm, ia menegaskan bahwa SKCK bukan sekadar dokumen administratif, tetapi juga bentuk rekam jejak seseorang di mata hukum.
"SKCK menjadi alat ukur bagi institusi atau lembaga yang ingin mengetahui latar belakang seseorang, apakah pernah terlibat dalam tindak pidana atau tidak. Keberadaannya penting, terutama bagi mereka yang ingin bekerja di sektor pemerintahan, perusahaan besar, atau bahkan keperluan internasional seperti pengurusan visa dan kewarganegaraan," ujar Dr. I Made Subagio, S.H., M.H.,
Persyaratan dan Proses Pembuatan SKCK
SKCK diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai bukti bahwa seseorang memiliki atau tidak memiliki catatan kriminal. Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2023, berikut persyaratan utama dalam pembuatan SKCK:
1. Syarat untuk Warga Negara Indonesia (WNI):
Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga
Fotokopi akta lahir/kenal lahir
Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 5 lembar
Fotokopi paspor (bagi yang ingin ke luar negeri)
Bukti kepesertaan aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2. Syarat untuk Warga Negara Asing (WNA):
Surat permohonan dari penjamin
Fotokopi paspor yang masih berlaku
Fotokopi KITAS/KITAP
Pasfoto latar belakang kuning ukuran 4x6 cm sebanyak 5 lembar
Bukti kepesertaan aktif dalam program JKN bagi WNA yang bekerja di Indonesia
Proses pembuatan SKCK dapat dilakukan secara offline dengan mendatangi kantor kepolisian atau online melalui laman resmi Polri. Prosedurnya meliputi pendaftaran, pencatatan, identifikasi, penelitian, koordinasi, hingga pencetakan.
"Penting untuk melengkapi seluruh dokumen agar proses penerbitan tidak tertunda. Jika ada persyaratan yang kurang, maka bisa dipastikan SKCK akan lebih lama diterbitkan," tambah Dr. I Made Subagio, S.H., M.H.,
Apakah Bisa Mendapatkan SKCK Jika Pernah Melakukan Tindak Pidana?
Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah apakah seseorang yang pernah melakukan tindak pidana masih bisa mendapatkan SKCK. Menurut Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., hal ini bergantung pada kasus yang pernah dijalani serta hasil penelitian pihak kepolisian.
"Polri memiliki catatan kriminal yang mendokumentasikan setiap riwayat hukum seseorang. Jika seseorang pernah menjalani hukuman pidana, catatan tersebut akan muncul dalam SKCK. Namun, ada juga mekanisme rehabilitasi dan pertimbangan hukum lainnya yang bisa memengaruhi keputusan penerbitan SKCK," jelasnya.
Sebagai contoh, seseorang yang pernah terlibat kasus hukum ringan dan telah menyelesaikan masa hukumannya bisa saja tetap mendapatkan SKCK, meskipun catatan tersebut tetap tercantum. Namun, untuk kasus-kasus berat seperti korupsi, terorisme, atau kejahatan berat lainnya, peluang mendapatkan SKCK bisa lebih kecil.
Biaya dan Masa Berlaku SKCK
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020, tarif penerbitan SKCK adalah Rp30.000. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti kegiatan sosial atau bagi masyarakat kurang mampu, tarif ini bisa digratiskan.
SKCK memiliki masa berlaku enam bulan sejak tanggal penerbitan dan dapat diperpanjang sebelum habis masa berlakunya dengan melampirkan SKCK lama serta pasfoto terbaru. Jika SKCK sudah kedaluwarsa, maka pemohon harus mengajukan penerbitan baru dengan melengkapi seluruh dokumen persyaratan.
Pesan Penting dari Dr. I Made Subagio, S.H., M.H.,
Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., menekankan bahwa penting bagi masyarakat untuk memahami tata cara pengurusan SKCK agar tidak terhambat dalam proses administrasi yang membutuhkannya.
"Masyarakat harus lebih proaktif dalam mengurus SKCK dan memahami regulasi yang berlaku. Jangan sampai kesalahan administratif menghambat kesempatan seseorang dalam mendapatkan pekerjaan atau keperluan lainnya," tutupnya.
Sebagai praktisi hukum dan akademisi, Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., terus berkomitmen untuk memberikan edukasi hukum kepada masyarakat agar lebih memahami hak dan kewajibannya. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan masyarakat dapat lebih tertib dalam mengurus dokumen hukum yang diperlukan. (*)