Dr. I Made Subagio, S.H., M.H. Soroti Penangkapan Ketua PN Jaksel: Momentum Evaluasi Menyeluruh Dunia Peradilan

Minggu, 13 April 2025

blog1

Jakarta | Penangkapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta (MAN) oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025) malam, menyita perhatian publik dan komunitas hukum. MAN ditangkap terkait dugaan suap dan gratifikasi sebesar Rp60 miliar dalam putusan lepas tiga perusahaan korporasi sawit: Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, saat dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jaksel.

Menanggapi hal ini, pakar hukum dan praktisi peradilan, Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., menyebut kasus ini sebagai tamparan keras terhadap integritas peradilan dan indikasi bahwa reformasi hukum belum berjalan optimal di lembaga peradilan.

“Ini bukan sekadar kasus individual. Ini alarm keras bahwa sistem peradilan kita sedang berada dalam krisis kepercayaan. Ketika aktor utama lembaga peradilan, dalam hal ini Ketua PN, justru terlibat dalam praktik korupsi, maka yang tercederai bukan hanya hukum, tapi keadilan itu sendiri,” ujar Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., yang juga Managing Partner di Gusti Dalem Pering Law Firm, kepada media, Minggu (13/4).

Dugaan Korupsi Hakim: Ancaman Nyata bagi Prinsip “Rule of Law”

Dalam pandangan Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., kasus ini harus dilihat dalam kerangka yang lebih luas, yaitu sebagai ancaman terhadap “rule of law” (supremasi hukum). Ketika hakim, yang seharusnya menjadi pengawal kebenaran dan keadilan, justru “bermain” dalam putusan perkara korupsi skala nasional, maka negara dalam posisi sangat rentan terhadap manipulasi hukum oleh kekuatan ekonomi dan politik.

“Putusan bebas terhadap tiga korporasi besar yang terbukti menyebabkan kerugian negara dalam kasus CPO jelas mengundang tanda tanya besar. Ketika kemudian diketahui ada aliran dana puluhan miliar rupiah ke hakim yang mengadili perkara tersebut, maka publik pantas marah. Ini bukan sekadar moral hazard, tapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi,” ujar Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., tegas.

Desak Evaluasi Menyeluruh Sistem Rekrutmen dan Pengawasan Hakim

Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., juga mendorong Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial agar tidak hanya bersikap reaktif, tetapi menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem rekrutmen, promosi, dan pengawasan hakim.

“Kita tidak bisa menutup mata bahwa sistem promosi jabatan hakim seringkali lebih dipengaruhi oleh lobi dan patronase ketimbang integritas dan rekam jejak profesional. Ini harus diubah. Jika tidak, maka akan ada Muhammad Arif-Muhammad Arif lainnya yang hanya menunggu waktu untuk mencoreng marwah peradilan,” tegasDr. I Made Subagio, S.H., M.H.

Langkah Tegas Kejagung Patut Diapresiasi

Terkait langkah cepat Kejaksaan Agung dalam menangkap MAN beserta beberapa pihak lain, termasuk panitera muda PN Jakarta Utara berinisial WG serta dua advokat berinisial MS dan AR, Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., memberikan apresiasi dan dukungan penuh. Menurutnya, penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, bahkan terhadap hakim sekalipun.

“Ini langkah berani dan berkelas dari Kejagung. Jangan berhenti hanya di penangkapan. Harus ada pembongkaran jaringan, aliran dana, dan siapa saja yang menikmati hasil korupsi dari putusan bermasalah itu. Kalau tidak, ini hanya akan menjadi sandiwara penegakan hukum,” ujarnya.

 

Harapan Publik: Lembaga Peradilan yang Bersih dan Terpercaya

Mengakhiri pernyataannya, Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia saat ini membutuhkan lembaga peradilan yang bersih, tegas, dan berintegritas, terutama di tengah meningkatnya ekspektasi terhadap keadilan di berbagai sektor kehidupan.

“Jangan pernah lelah memperjuangkan keadilan. Kalau hakimnya sudah bisa dibeli, maka satu-satunya benteng yang tersisa adalah suara publik dan penegakan hukum yang jujur. Kasus ini harus menjadi titik balik,” pungkas Subagio, S.H., M.H. ()